4/28/08

Pemanasan Global, Pelapukan, Pencemaran Air dan Lingkungan

Air merupakan sumber kehidupan. Namun demikian, air yang mengisi hampir 80 persen planet bumi ternyata juga menimbulkan masalah pelik dalam kehidup­an. Bukan hanya dalam kualitas, tetapi juga masih banyak penduduk bumi, ju­ga masyarakat Indonesia, yang kesuli­tan dalam mengakses air bersih terutama untuk air minum. Terutama pada saat bumi ini telah mengalami kenaikan suhu yang menyebabkan pemanasan bumi secara global.

"Wilayah Indonesia sebenarnya me­miliki sumber daya air yang cukup ting­gi bahkan disebut nomor lima terbesar di dunia, tetapi tetap saja muncul per­masalahan air," ujar peneliti air dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Nusa Idaman Said, di Gedung BPPT.

Masalah pertama, ungkapnya, distribusi geografis seperti daerah Jawa dan luar Jawa seperti Kalimantan. Yang ke­dua, adalah distribusi berdasarkan musim juga memiliki pengaruh sangat tajam, seperti saat pada saat hujan memberi pengaruh yang sangat.besar, sedangkan pada musim kemarau hanya berpengaruh sebagian kecil. "Belum lagi buruknya sistem sanitasi yang ada sekarang ini," paparnya.

Menurut Nusa, permasalahannya yang timbul tidak hanya pendistribu­sian air, tetapi juga pada tidak baiknya pengolahan air sehingga mengganggu kesehatan masyarakat. Seperti halnya Jakarta, lanjut dia, persentase pengola­han limbah kota hanya sebesar tiga persen, sedangkan sisanya langsung uang ke sistem sanitasi umum, con- nya sungai. "Sehingga konstruksi air bah tersebut sangat besar dan erkirakan pada tahun 2010 akan njadi sebesar 2,6 juts liter per tahun limbah yang masuk ke perairan," jelasnya. Selain itu, kata Nusa, secara nasional persentase pelayanan perusahaan air minum dengan jaringan sangat rendah, mungkin sekitar 50 persen dan itu pun hanya perkotaan saja. "Sehingga, masyarakat masih banyak yang menggunakan air tanah akan tetapi dengan adanya lim­bah domestik dan limbah industri maka air tanah pun tercemar yang pada akhirnya menimbulkan dampak pada' kesehatan," tegasnya.

Peneliti air lainnya dari BPPT, Dr Ari Herlambang, menambahkan, pengolahan limbah domestik yang baik akan m mengaruhi kualitas air sungai yang m lintasi kota-kota. Karena, ternyata limbah domestiklah yang berperan domin pada pencemaran sungai, yaitu sebes 80 persen, meski ada juga faktor ling­kungan clan iklim yang mempenga­ruhinya. Air yang jernih dan air yang ke­ruh itu, lanjut dia, lebih banyak dipeng­aruhi oleh erosi terkait dengan iklim.

Di negara Indonesia, kata Ari, perbe­daan temperatur Siang dan malam cukup besar sehingga mengakibatkan pelapukan fisiknya menjadi tinggi dan menyebabkan air menjadi cenderung keruh. Ini menjadi berbeda dengan negara Eropa yang memiliki empat musim. Di Eropa sistem penyerapan juga terjaga dengan baik yang menye­ babkan faktor erosi itu tidak terlalu dominan, "Sebenarnya hal-hal yang dapat menyebabkan pencemaran itu terjadi ada bermacam-macam seperti yang pertama pencemaran pada sum­bernya, seperti limbah." Yang kedua, kata Ari, adalah pencemaran akibat proses pengolahan yang tidak benar, seperti yang terjadi pada perusahaan air minum. Ini diakibatka semakin buruknya kualitas air bakun Misalnya, banyak mengandung ammonia atau bakteri kolinnya tinggi atau juga organiknya yang tinggi.

Sementara, perusahaan hanya mengolahnya dengan proses konvensional, melalui cars memasukkan bahan kimia dalam air yang kotor untuk meng­gumpalkan kotorannya. Kemudian, diendapkan lalu disaring dan kemudian untuk membunuh bakterinya dengan memberikan injeksi dengan kaporit atau chloro. "Dapat dibayangkan dengan semakin buruknya kualitas air tads maka kebutuhan akan bahan kimia menjadi semakin besar sekah termasuk chloronya," ungkapnya.

Padahal, kata Ari, negara-negara maju sudah mulai meninggalkan zat chlorc, karena jika kandungan organik pada air tinggi, maka zat cloro ini bisa bereaksi dengan senyawa-senyawa yang terkandung dalam air. Misalkan saja zat chloro tersebut bereaksi dengan zat phenol maka akan menjadi chlorophe­nol kalau akibat organiknya adalah tri­halometan. "Semua zat-zat tadi terma­suk mikropolitan itu bersifat karsinogen yang dapat menyebabkan kanker."

Nusa menambahkan, jika di Jakarta mengalami musim kemarau, maka zat amoniak yang terkandung pada air sa­ngat tinggi, sedangkan pada air minum zat chloro itu dipertahankan sebesar 0,1 miligram per liter air. "Namun, untuk mencapai hal itu pada injeksinya bisa mencapai 6 sampai 8 miligram perliter air. Lalu, sisanya akan bereaksi dengan zat-zat yang lain yang berpotensi memiliki sifat karsinogen," ingatnya.

Air yang sudah dibersihkan melalui proses pembersihan, kata Nusa, masih bisa tercemar apabila sistem difusinya terganggu atau pipa-pipa penyalurnya tercemar. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan, lanjut dia, sebenarnya telah menetapkan standar baku mutu untuk air minum. "Jadi air yang sehat haruslah memenuhi syarat­syarat seperti uji laboratorium fisika, kimia, bakteriologi.