l,Namun jika berdasar indikator konversi lahan dan perusakan hutan, posisi Indonesia sebagai ”aktor”penyebab pemanasan global berada di posisi ketiga. Kepala Ekonomi dan Penasihat Pemerintah Inggris untuk Urusan Efek Ekonomi Perubahan Iklim dan Pembangunan Sir Nicholas Stern mengatakan, ada empat penyebab emisi gas rumah kaca, yaitu aktivitas dan pemakaian energi, pertanian, kehutanan, dan limbah. ”Emisi yang terbuang dari kebakaran hutan di Indonesia lima kali lebih besar dari emisi yang terbuang di luar nonkehutanan.
Emisi terbuang dari pemakaian energi dan aktivitas industri relatif masih kecil, namun secara berlahan tumbuh secara cepat,” kata Stern, dalam seminar bertajuk ”The Economics of Climate Change” di Gedung Perwakilan Bank Dunia, di Jakarta,kemarin. Stern menuturkan, setiap tahunnya aktivitas dan pemakaian energi, pertanian dan limbah di Indonesia membuang emisi 451 juta ton karbon dioksida atau setara (MtCO2e).
Jumlah itu belum termasuk akibat konversi lahan dan perusakan hutan yang diperkirakan mengeluarkan 2,563 MtCO2e.”Indonesia masih terbesar sebagai emitters gas rumah kaca,” kata dia. Sementara dalam paparan Stern, negara pembuang emisi gas rumah kaca pertama diduduki Amerika Serikat (AS), disusul China dan Uni Eropa yang merangkum 25 negara. Sementara di bawah Indonesia, ada Brasil, Rusia, dan terakhir India. Stern mengungkapkan, meningkatnya emisi gas rumah kaca menyebabkan perubahan iklim dunia. Sebagai negara pertanian, kata dia, perubahan iklim berdampak buruk bagi Indonesia, sebab dengannya kerap terjadi perubahan cuaca secara mendadak, termasuk hujan lebat yang sulit diprediksi.
”Bukti tersebut menunjukkan bahwa mengabaikan perubahan iklim pada akhirnya akan merusak pertumbuhan ekonomi,” kata dia. Dia menambahkan, peningkatan jumlah emisi memicu pemanasan global. Dengan kecenderungan saat ini,50 tahun mendatang,diperkirakan rata-rata suhu global bakal naik antara 2–3 derajat Celsius. Di antara akibat yang ditimbulkannya, kata dia, seperti menurunnya hasil panen serta meningkatnya risiko banjir.
”Bagi Indonesia ketahanan pangan menjadi suatu yang bisa terancam. Perubahan cuaca ini diprediksikan menambah jumlah curah hujan di Indonesia sebesar 2–3% per tahun,” kata Stern. Pada kesempatan yang sama, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan bahwa pemerintah masih memprioritaskan masalah-masalah lingkungan hidup di urutan keempat. Bagi negara berkembang, masih ada isu yang lebih berat untuk diselesaikan, misalnya kemiskinan, pendidikan, kesehatan. sumber : http://bem.its.ac.id